MENGENAL INDAHNYA ISLAM...

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Monday, 20 October 2008

~ Dengan Apa Dakwah Dimulai ~

Pertanyaan:

Jika seseorang hendak mendakwahi orang lain, bagaimana ia memulai dan apa yang dibicarakannya?

Jawaban:

Tampaknya, bahwa yang dimaksud oleh penanya adalah mengajak orang lain ke jalan Allah. Berdakwah harus dengan hikmah, nasihat yang baik, sikap lembut, tidak kasar dan tidak mencela, memulai dengan yang paling penting lalu yang penting, sebagaimana yang dipesankan oleh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, apabila beliau mengutuskan para utusannya ke berbagai pelosok negeri, beliau menyuruh mereka untuk memulai dengan yang paling penting lalu yang penting. Kepada Mu’adz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman, beliau berpesan,

“Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Setelah mereka mematuhi itu, beritaulah atas mereka pelaksanaan lima kali shalat dalam sehari semalam. Setelah mereka mematuhi itu, beritahuilah meereka bahwa susungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari yang kaya untuk disalurkan kepada yang miskin di antara mereka.”
(HR Al-Bukhari dalam az-Zakah (1458), Muslim dalam al-Iman (19) )

Yaitu memulai dengan yang paling penting, lalu yang penting dengan memilih kesempatan, waktu dan tempat yang tepat dan sesuai untuk berdakwah. Adakalanya saat yang tepat adalah mendakwahinya di rumahnya dengan mengajaknya berbincang-bincang, adakalanya juga cara yang tepat adalah dengan mengajaknya berkunjung ke rumah seseorang agar didakwahi, adalalanya pula pada saat-saat lainnya. Yang jelas, seorang muslim yang berakal dan berpengetahuan akan mengetahui bagaimana bersikap dalam mengajak orang lain kepada kebenaran.

[Kitabud Da’wah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin, (2/155-156 – Fatwa-Fatwa Terkini, jil 2, hal.267]

Sunday, 19 October 2008

~ Syarat Mutaba'ah (Mengikuti Sunnah) Ada Enam ~

Berkata Asy-Syaikh Al-Allaamah Al-Faqih Muhammad bin Sholih bin 'Utsaimin di dalam kitab beliau yang berharga (Al-Ibda' fi Kamaalisy-Syar'i wa Khothrul-Ibtida') hal. 21-23:

......Wahai saudara-saudara, sesungguhnya mutaba'ah tidak akan terealisasi kecuali jika amalan itu mencocoki dalam enam perkara:

Pertama: Sebab. Seperti orang yang sholat dua rakaat dengan sebab turunnya hujan (berarti ia belum bermutaba'ah -pent).

Kedua: Jenis. Seperti orang yang mengeluarkan zakat fitrahnya berupa uang. (berarti ia belum bermutaba'ah -pent.)

Ketiga: Kadar/Jumlah. Seperti orang yang sholat Maghrib empat rakaat dengan sengaja. (berarti ia belum bermutaba'ah - pent.)

Keempat: Cara. Seperti orang yang berwudhu ia memulai dari kedua kakinya dan mengakhiri dengan (mencuci) wajahnya. (berarti ia belum bermutaba'ah - pent.)

Kelima: Waktu. Seperti orang yang berkorban di bulan ramadhan. (berarti ia belum bermutaba'ah-pent.)

Keenam: Tempat. Seperti orang yang beriktikaf di lapangan terbuka. (berarti ia belum bermutaba'ah- pent.)

Wahai saudara-saudara, pegang teguhlah sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam, telusurilah jalannya salafush sholih, beradalah di atas perkara yang dulu mereka berada di atasnya,dan lihatnya apakah hal itu akan membahayakan diri kalian (tentunya tidak,bahkan sangat bermanfaat- pent)? Selesai ucapan beliau rahimallahu Ta'ala dengan ringkas dan sedikit perubahan.