MENGENAL INDAHNYA ISLAM...

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Wednesday, 11 November 2009

~ S A B A R ~


Tidaklah telinga anda mendengar kata musibah melainkan di bahagian lainnya anda mendengar kata sabar. Seandainya bukan karena kesabaran, nescaya permasalahan bertumpuk dan putus asa tak kunjung sirna. Tetapi Allah, kerana rahmat dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya, telah menundukkan bagi mereka perkara untuk mengatasi musibah dengan kesabaran.

Sabar adalah salah satu tingkatan agama dan salah satu kedudukan saalikin [Orang-orang yang menempuh jalan kepada Allah.] Sabar adalah salah satu perbendaharaan syurga, dan Allah سبحا نه و تعالى telah menyediakan pahala yang besar bagi orang-orang yang bersabar.

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS: Az-Zumar: 10)

Al-Auza’i رحمه الله mengatakan, “Tidak ditimbang dan tidak ditakar untuk mereka.Tetapi dicidukkan untuk mereka.”

Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda yang bermaksud, “Sungguh mengkagumkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya urusannya seluruhnya kebaikan. Hal itu tidak berlaku bagi siapa pun kecuali bagi orang mukmin. Jika ia mendapatkan ksenangan, ia bersyukur, dan itu lebih baik baginya. Jika ia mendapatkan kesusahan, ia bersabar, dan itu lebih baik baginya. [HR Muslim]

Sabar adalah menghadapi ujian dengan etika yang baik.

Jangan dikira bahwa musibah itu hanya berkenaan dengn perkara-perkara besar, seperti kematian dan perceraian, misalnya. Bahkan, semua yang menyedihkan anda adalah musibah. Pernah tali sandal Umar bin al-Khathab terputus, maka ia ber-istirja’ [mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun] dan mengatakan, ‘Semua yang tidak mengenakkanmu adalah musibah.’

Jika seorang muslim tidak bersabar dan mencari pahala dari musibahnya, maka hari-hari akan berlalu dengan musibah itu, sementara ia tidak mendapatkan pahala.
Dan yang lebih besar kedudukannya daripada sabar ialah ridha terhadap qadha dan qadar [ketetapan dan ketentuan] Allah. Oleh kerana itu, ridhalah dengan qadha Allah dan qadar-Nya.

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لنا

“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami.” (QS: At-Taubah: 51)

Ibnu Rajab رحمه الله mengatakan, “Perbedaan antara ridha dengan sabar, bahwa sabar ialah menahan diri dari amarah, meskipun kepedihan itu ada dan ia berharap kepedihan tersebut lenyap serta menahan anggota badan dari melakukan tindakan yang didorong oleh kesedihan tersebut.

Sementara ridha ialah lapang dada dengan qadha (ketentuan Allah) dan tidak berharap hilangnya kepedihan itu meskipun merasakan kepedihan. Akan tetapi keridhaan meringankannya dengan apa yang menggembirakan hati berupa keyakinan dan ma’rifah. Jika keridhaan ini kuat, maka ia menghilangkan rasa pedih itu secara keseluruhan.” [Jaami’ul Uluum wal Hikam]

Ibnu al-Jauzi رحمه الله mengatakan: Seandainya dunia ini bukan negeri ujian, nescaya di sana tidak ada penyakit dan kesusahan, dan nescaya kehidupan di dunia tidak menyempitkan para nabi dan orang-orang pilihan.

Adam menghadapi ujian hingga pergi dari dunia ini.

Nuh menangis selama tiga ratus tahun.

Ibrahim menghadapi api dan diuji untuk menyembelih anaknya.

Ya’kub menangis hingga hilang penglihatannya.

Musa menghadapi Fir’aun dan menghadapi ujian dari kaumnya.

‘Isa tidak memiliki tempat berteduh kecuali daratan dalam kehidupan yang sempit.
Muhammad menghadapi kefakiran dan pembunuhan pamannya, Hamzah, padahal ia adalah kerabatnya yang paling dicintainya, dan kaumnya meniggalkankannya.

Benarlah apa yang dikatakan penya’ir:

(Mereka) diciptakan dalam penderitaan, Namun mereka dibersihkan dari segala kotoran.

Sabar di sini tidak sebatas pada ketabahan menghadapi musibah dan menahan pedihnya. Tetapi juga bersabar untuk mengatasinya dan memulihkan kembali urusan tersebut. Adakalanya kesabaran dalam mengatasinya ialah dengan mendidik dan mempergauli mereka dengan baik. Dan adakalanya suami kembali istiqamah, dan seterusnya.

[Dipetik dari buku ’40 Kiat Jitu Merubah ‘Masalah’ Menjadi Anugerah – berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah’ oleh Abdul Malik al-Qasim, Pustaka Ibnu Umar, Agutus 2009]