MENGENAL INDAHNYA ISLAM...

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Saturday, 20 September 2008

~ Manusia Dari Segi Keikhlasan & Mutaba'ah Terbagi Menjadi Empat Jenis ~

Jenis Pertama: Mereka mengumpulkan antara keihlasan dan mutaba’ah. Maka seluruh amalan mereka adalah kerana Allah,ucapan mereka kerana Allah, pemberian dan pencegahan mereka kerana Allah, cinta dan benci mereka kerana Allah. Maka mu’amalah mereka secara lahir maupun batin kerana Wajah Allah semata (yakni ikhlas).

Barangsiapa yang mengenal Allah maka ia akan mengikhlaskan bagi-Nya amalannya, ucapannya, pemberiannya, penahanannya, cintanya dan bencinya. Tidak seorangpun bermu’amalalah dengan makhluk melebihi mu’amalahnya kepada Allah kecuali kerana kebodohannya tentang Allah dan kebodohannya tentang Sang Pencipta.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang bermaksud:

“Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” (AQ: Al-Mulk: 2)

Berkata Al-Fudhail Bin Iyadh: “Amal yang terbaik yaitu yang paling ikhlas dan paling benar.” Mereka bertanya: “Wahai Abu ‘Ali, apa itu yang paling ikhlas dan paling benar?”

Beliau menjawab: “Sesungguhnya amalan itu jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Jika benar namun tidak ikhlas (juga) tidak akan diterima hingga menjadi ikhlas dan benar. Ikhlas yaitu amalan yang kerana Allah, benar yaitu amalan yang sesuai sunnah/ajaran/Nabi. Inilah yang disebutkan dalam firman Allah yang bermaksud:

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (AQ:Al-Kahfi: 110)

Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang ikhlas untuk (mendapatkan) wajah-Nya yang mulia dan mengikuti sunnah/syariat Rasulullah. Maka setiap amalan tanpa mengikuti (sunnah), tidak akan menambah kepada pelakunya kecuali semakin jauh dari Allah. Kerana Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah disembah dengan sunnah/syariatnya (Rasul shallallahu ‘alaihi wassalam), bukan diibadahi dengan suatu pendapat dan hawa nafsu.

Jenis Kedua: Orang yang tidak memiliki keihklasan maupun mutaba’ah. amalannya tidak mencocoki sunnah, tidak (pula) ikhlas untuk yang diibadahi. Seperti amalan orang-orang yang menghias-hiasi amalannya untuk manusia, yang ingin dilihat manusia dengan apa yang belum pernah disyariatkan Allah dan belum pernah disampaikan oleh RasulNya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk dan paling dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mereka memperoleh bagian yang paling banyak dari firman Allah yang bermaksud:

“Jangan sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan mereka mendapatkan siksa yang pedih.”

Mereka gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan berupa bid’ah kesesatan dan kesyirikan. Mereka senang untuk dipuji dengan mengikuti sunnah dan ikhlas padahal mereka bukan ahlus sunnah dan bukan orang yang ikhlas. Jenis ini banyak terjadi pada orang-orang yang menyimpang dari jalan yang lurus dari kalangan orang-orang yang bernisbah kepada ilmu, kefakiran dan ibadah. Sesungguhnya mereka melakukan bid’ah, kesesatan, riya’ dan sum’ah, dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan berupa mengikuti sunnah, ikhlas dan berilmu. Maka mereka adalah orang-orang yang berhak mendapatkan kemarahan dan kesesatan.

Jenis Ketiga: Orang yang mengikhlaskan amalannya akan tetapi amalannya tidak sesuai dengan sunnah, seperti para ahli ibadah yang bodoh, orang-orang yang bernisbah kepada jalan kezuhudan dan kefakiran dan setiap orang yang beribadah kepada Allah dengan selain yang disyariatkan dan meyakini ibadahnya ini sebagai pendekatan diri kepada Allah maka inilah keadaannya. Maka keikhlasannya pada keadaan ini tidak bermanfaat baginya, kerana amalan yang dia lakukan adalah perkara baru dan diada-adakan, padahal amalan yang diada-adakan akan tertolak terhadap pelakunya sebagaimana di dalam hadits Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha secara marfu:

“Barangsiapa mengada-adakan perkara yang baru di dalam agama kami ini yang bukan bagian dari agama/sunnah/syariat kami tersebut maka amalan itu tertolak/tidak diterima.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Jenis Keempat: Orang yang amalannya mengikuti sunnah namun tidak ikhlas kerana Allah, seperti ketaatan orang-orang yang riya’, seorang yang berperang kerana riya’, kefanatikan dan keberanian,orang yang berhaji agar dikatkan Pak Haji/Bu Haji, orang yang membaca Al-Qur’an agar disebut (Qari’/pembaca yang baik). Mereka itu amalannya secara lahir adalah amalan sholih yang diperintahkan, akan tetapi menjadi tidak benar kerana ditujukan untuk selain Allah, maka amalan ini tidak diterima.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang bermaksud:

“Dan tidaklah mereka diperintah kecuaai untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amalan bagi-Nya.” (AQ:Al-Bayyinah: 5)

Orang yang ikhlas dan mutaba’ah merekalah orang yang berhak (mengatakan):
“ Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan.” (AQ: Al-Fatihah: 5)

(Dipetik dari kitab Al Qoulul Mufid Penjelasan Tentang Tauhid, buah karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobiy, Terbitan Darul ‘Ilmi, cet. Nov 2007)

Thursday, 18 September 2008

~ Mengapa Anda Menolak Bid’ah Hasanah? ~

بسم الله الرحمن الرحيم

Jika kita memperhatikan kenyataan kaum muslimin saat ini, terutama dalam masalah ibadah mereka, maka kita akan merasa terharu, dimana banyak sekali di antara mereka yang melakukan sesuatu dari ibadah apa yang tidak ada dasarnya, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maupun dalam amalan-amalan salaful ummah. Apa yang mereka kerjakan kebanyakan hanyalah dilandasi oleh perasaan, akal dan keirnginan pribadi (hawa nafsu) mereka atau kerana hanya bertaklid buta mengikuti adat kebiasaan (apa-apa yang telah dirintis oleh orang-orang tua mereka). Sila rujuk ayat-ayat Al-Qur’an dalam surah Al-Mu’minun: 71, Luqman: 21, As-Syuura: 21, Al-Baqarah: 165-167, Al-Ahzab: 64-68.

Orang-orang yang dijelaskan dalam ayat-ayat di atas hanya mau fanatik terhadap golongan mereka saja, serta tidak mau merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yang difahami oleh salaful ummah ini (sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in), serta ulama-ulama setelah mereka sampai saat ini yang mengikuti manhaj mereka dengan baik. Kebanyakan di antara kaum muslimin masih berkeyakinan akan adanya suatu istilah dalam agama yang dikenal dengan nama “bid’ah hasanah”. Para penganutnya bernaung dibalik istilah “bid’ah hasanah”,, bermaksud bid’ah yang baik. Ketika Nabi bersabda “Setiap bid’ah itu sesat”, mereka justru berkata, “tidak semua bid’ah itu sesat, ada bid’ah yang baik”. “Pernyataan mana yang lebih lancang dari bantahan ini?

Perkara bid’ah merupakan suatu perkara besar, begitu pula bahayanya. Ia merupakan saran yang mengantar kepada kekufuran. Pelakunya merupakan penentang Allah dalam hukum dan patut untuk tidak mendapatkan taufiq dari Allah untuk bertaubat (sulit untuk bertaubat di banding pelaku dosa selainnya).

Dalil-Dalil Bahwa Setiap Bid’ah Sesat dan Tidak Ada Bid’ah Hasanah

Firman Allah Ta’ala yang bermaksud:
“Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS: Al-Ma’dah: 3)

Oleh sebab itu apa saja yang bukan merupakan agama pada hari itu, maka ia bukan ternasuk agama pula pada hari ini.” (Al-I’tisham oleh Asy-Syaathibiy, 1/64)

Asy-Syaukany berkata : “Maka jika Allah telah menyempurnakan agamaNya sebelum NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, maka apa artinya pendapat bid’ah yang dibuat-buat oleh kalangan Ahli Bid’ah tersebut!!!? Kalau memang hal tersebut merupakan agama menurut keyakinan mereka, maka berarti mereka telah beranggapan bahwa agama ini belum sempurna kecuali dengan tambahan pemikiran mereka, dan itu berarti pembangkangan terhadap Al-Qur’an. Kemudian jika pemikiran mereka tersebut tidak termasuk dalam agama, maka apa manfaatnya mereka menyibukkan diri mereka dengan sesuatu yang bukan dari agama ini”!?Ini merupakan hujjah yang kokoh dan dalil yang agung yang selamanya tidak mungkin dapat dibantah oleh pemilik pemikiran tersebut. Dengan alasan itulah, hendaknya kita menjadikan ayat yang mulia ini sebagai langkah awal untuk menampar wajah-wajah ahli logika, membungkam mereka serta mematahkan hujjah-hujjah mereka.”

Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bermaksud:
“Amma ba’ad. Sesungguhnya sebaik-sebaik perkataan adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR Muslim, no.867)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihati para sahabat dalam haditsnya,
“…Dan berhati-hatilah kamu terhadap perkara-perkata yang dibuat-buat (dalam agama), kerana sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” (Hadits Shahih)

Berkata Ibnu Hajr: “Perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Setiap bid’ah itu adalah kesesatan”, merupakan suatu kaidah agama yang menyeluruh, baik itu secara tersurat maupun tersirat. Adapun secara tersurat, maka seakan-akan beliau bersabda: “Hal ini bid’ah hukumnya dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan”,sehingga ia tidak termasuk bagian dari agama ini, sebab agama ini seluruhnya merupakan petunjuk. Oleh karena itu maka apabila telah terbukti bahwa suatu hal tertentu hukumnya bid’ah, maka berlakulah dua dasar hukum itu (setiap bid’ah sesat dan setiap kesesatan bukan dari agama), sehingga kesimpulannya adalah tertolak.” (Fathul Baary, 13/254)

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Sesungguhnya perkataan beliau shallallahu’alaihi wa sallam berkata: “setiap bid’ah”,merupakan ungkapan yang bersifat umum dan menyeluruh, kerana diperkokoh dengan kata yang menunjukkan makna menyeluruh dan umum yang paling kuat, yakni kata ‘setiap’”.Maka setiap apa saja yang diklaim sebagai bid’ah hasanah, maka hendaklah dijawb dengan dalil ini. Dan atas dasar inilah, maka tak ada sedikitpun peluang bagi para ahlul bid’ah hasanah. Kerana di tangan kita terhunus pedang pamungkas yang berasal dari Rasulullah yakni kalimat “Setiap bid’ah itu adalah kesesatan”.

“Barangsiapa yang mengamalkan satu amalan yang dibuat-buat dalam ajaran kami (agama) padahal amalan itu bukan berasal dari agama ini, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muttafa ‘Alaihi)

Imam Syafi'i rahimallahu berkata:
"Barangsiapa yang telah membuat bid'ah, maka dia telah membuat agama yang baru"

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Ber-ittiba’lah kamu kepada Rasulullah dan janganlah ber-ibtida’ (mengada-ada tanpa dalil), kerana sesungguhnya agama ini telah dijadikan cukup buat kalian, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan,”

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Setiap bid’ah itu adalah kesesatan, sekalipun manusia menganggapnya hasanah (baik).”

Buku “Mengapa Anda Menolak Bid’ah Hasanah?” oleh Abdul Qayyum Muhammad As-Sahibany; penerjemah: Abu Hafsh Muhammad Tasyrif Asbi Al-Ambony, S.Ag, Penerbit At-Tibyan,Solo, menguak syubhat seputar bid’ah yang dianggap baik oleh sebagian orang yang tidak puas dengan apa yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Buku ini menjadi senjata ampuh bagi para pembela sunnah dan pembanteras bid’ah, insya Allah.