Jika pengikut Ahmad (Muhammad) adalah Wahhabi,
Maka aku akui bahwa diriku adalah Wahhabi.
Kutiadakan sekutu bagi Tuhan
Maka tak ada Tuhan bagiku selain Yang Maha Esa dan Maha Pemberi.
Tak ada kubah yang bisa diharap, tidak pula berhala
Dan kuburan tidaklah sebab di antara penyebab.
Tidak! Sama sekali tidak!
Tidak pula batu, pohon, mata air, atau patung-patung.
Juga aku tidak mengalungkan jimat, tali-temali, rumah kerang, atau taring
Untuk mengharap manfaat atau menolak bala.
Allah yang memberiku manfaat dan menolak bahaya dariku.
Adapun bid’ah dan segala perkara yang diada-adakan dalam agama
Maka orang-orang berakal mengingkarinya.
Aku berharap, semoga aku tidak akan mendekatinya
Tidak pula kurela secara agama
Ia tidak benar.
Dan aku berlindung dari Jahmiyah.
Darinyalah setiap ahli takwil dan peragu-ragu yang memunculkan penyelisihan tentang Istiwa’
Cukuplah bagiku teladan dari ucapan para pemimpin yang mulia;
Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, Ibnu Hanbal dan orang yang bertakwa dan ahli bertaubat.
Dan pada zaman kita ini, siapa yang datang membawa aqidah yang demikian,
Orang-orang menjulukinya, Mujassim Wahhabi
Telah ada hadits tentang keterasingan Islam
Maka hendaknya para pencinta menangis karena terasingnya orang-orang tercinta.
Allah yang melindungi kita, yang menjaga agama kita
Dari kejahatan setiap pembangkang dan pencela.
Dia menguatkan agama-Nya yang lurus
Dengan sekelompok orang yang berpegang teguh dengan sunnah dan kitab-Nya.
Mereka tidak mengambil hukum lewat pendapat dan qiyas
Sedang kepada para ahli wahyu,
Mereka sebaik-baik orang yang kembali.
Sang Nabi terpilih telah mengabarkan tentang mereka
Bahwa mereka adalah orang-orang yang asing
Di tengah keluarga dan kawan pergaulannya.
Mereka menapaki jalan orang-orang yang menuju petunjuk
Dan berjalan di atas jalan mereka dengan benar.
Karena itu, orang-orang yang suka berlebihan,
Berlari dan menjauh dari mereka.
Tapi kita berkata…. Tidak aneh.
Telah lari pula orang yang diseru oleh sebaik-baik manusia
Bahkan menjulukinya sebagai tukang sihir lagi pendusta.
Padahal mereka mengetahui,
Betapa beliau seorang yang teguh memegang amanah dan janji
Mulia dan jujur menepati.
Semoga keberkahan atasnya
Selama angin masih berhembus
Juga atas semua keluarga dan sahabatnya.
[Syair Asy-Syaikh Mulla Umran dalam kitab Manhaj Al-Firqotun Najiyyah wa Ath-Thoifah Al-Manshuroh karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainuh]
http://annasihah.wordpress.com/2009/11/21/syair-aqidah-muslim/
Tuesday, 30 March 2010
~ Syair Aqidah Muslim ~
Posted by NbI @ NuRiHSaN at 12:54 pm 0 comments
Labels: ~ Aqidah Sohihah ~
Friday, 26 March 2010
~ Kuntum Puisi Khas Untukmu ~
Muslimah yang bertaqwa...
adalah muslimah yang mengimani Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, Muhammad sebagai nabi dan RasulNya
Muslimah yang bertaqwa...
ia redha mengambil manhaj, sya’riat dan agama Allah sebagai jalan hidupnya,
meniti jejak para salafus soleh
Muslimah yang bertaqwa...
tidak akan lalai sedikitpun dari urusan agamanya, di manapun dan dalam situasi apapun ia berada dan berusaha menyempitkan ruang dan peluang fitnah
Muslimah yang betaqwa...
selalu bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah hingga ajal datang mengundang
Muslimah yang bertaqwa...
senatiasa merasa malu untuk berbuat maksiat kerana merasai dirinya diawasi Allah Azza wa Jalla
Muslimah yang bertaqwa...
airmata mengalir bukan kerana putus cinta tetapi berlinanglah airmata taqwa di sepertiga malam terakhir
Muslimah yang bertaqwa...
adalah muslimah yang sadar bahwa dirinya merupakan teladan bagi muslimah lainnya, memerhati dan diperhati
Muslimah yang bertaqwa...
selalu berusaha agar perbuatannya tidak menyelisihi perkataannya, yang sadar perbuatan dan perkataannya dicatat oleh dua malaikat
Muslimah yang bertaqwa...
yang senantiasa rindu untuk memanjatkan doa pada Rabbnya, senantiasa berhajat dan mengemis Rahmat dan Maghfirah Rabbnya
curahan hati
~ muslimah yang berusaha mencapai kemuliaan di sisi Rabbnya ~
Rabi' al-Akhir 1431
SiNGaPoRe
Posted by NbI @ NuRiHSaN at 12:01 am 0 comments
Labels: ~ Pena Puisi Ku ~
Monday, 8 March 2010
~ Menikah dengan Orang yang Beda Manhaj ~
Tanya:
Assalamu’alaikum ustadz, bagaimana hukumnya seseorang yang sudah mantap dengan manhaj salaf menikah dengan lain manhaj? Bagaimana hukumnya kita tidak mau menikah kecuali dengan yang semanhaj ? Bagaimana kita tahu seseorang itu jodoh kita atau bukan? [Ida]
Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah mewajibkan atas setiap muslim dan muslimah untuk untuk selektif dalam memilih teman duduk dan teman bergaul, hendaknya dia hanya memilih teman yang baik agar agamanya tetap terjaga. Ini pada teman duduk, maka tentunya dalam memilih teman hidup itu harus lebih selektif dan hanya memilih yang betul-betul baik akidah dan manhajnya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkan kalian disentuh oleh api neraka.”
Dan dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang masyhur, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperumpamakan teman duduk yang baik dengan penjual minyak wangi yang bisa memberikan manfaat kepada orang di dekatnya, sedangkan teman duduk yang jelek bagaikan pandai besi yang bisa memudharatkan orang di dekatnya (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan dalil-dalil lain yang semisal dengannya.
Karenanya seorang muslim yang baik akidah dan manhajnya hendaknya tidak menikah dengan muslimah yang tidak benar akidah dan manhajnya, demikian pula sebaliknya. Bahkan menikahnya seorang muslimah yang baik akidah dan manhajnya dengan muslim tapi tidak benar akidah dan manhajnya, adalah lebih parah dan lebih jelek akibatnya, karena biasanya istri akan mengikuti suaminya, sementara suaminya tidak berakidah yang benar.
Karenanya sikap untuk tidak mau menikah kecuali dengan yang benar akidah dan manhajnya adalah sikap yang benar guna menjaga kehormatan dan agamanya.
Ada sebuah kisah disebutkan oleh para ulama mengenai seseorang yang bernama Imran Al-Haththan. Orang ini dulunya salah seorang ulama ahlussunnah, akan tetapi dia menikah dengan putri pamannya (sepupunya) yang mempunyai pemikiran khawarij, dia berdalih menikahinya agar dia bisa menasehati jika dia sudah jadi istrinya. Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, dia yang dinasehati oleh istrinya hingga akhirnya dia keluar dari ahlussunnah menuju ke mazhab khawarij bahkan disebutkan bahwa dia lebih ekstrim daripada istrinya dalam mazhab khawarij ini.
Maka lihatlah bagaimana seorang alim bisa terpengaruh oleh wanita yang notabene adalah istrinya sendiri, maka bagaimana sangkaanmu dengan seorang wanita yang tidak alim lalu menikah dengan lelaki yang tidak benar akidah dan manhajnya, tentunya potensi untuk dia tersesat dan mengikuti suaminya lebih besar, wallahul musta’an.
Karenanya amalan seperti ini dijauhi, insya Allah masih banyak ikhwan/akhwat yang bagus akidah dan manhajnya, karenanya dia bersabar dan bertawakkal kepada Allah Ta'ala.
Adapun jodoh, maka dia adalah perkara ghaib karena dia termasuk dari takdir seseorang, dan tidak ada yang mengetahui apa takdirnya kecuali setelah terjadinya. Hanya saja mungkin dia bisa shalat istikharah guna menetapkan hatinya apakah calonnya bisa mendatangkan kebaikan bagi agama dan dunianya ataukah tidak, dia beristikharah kepada Allah Ta'ala dan bertawakkal kepadanya, wallahu a’lam.
http://al-atsariyyah.com/?=962
Posted by NbI @ NuRiHSaN at 6:15 pm 0 comments
Labels: ~ Aqidah Sohihah ~
Tuesday, 2 March 2010
~ Dakwah Kepada Isteri ~
Tanya:
Asalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ustadz bagaimana caranya berdakwah atau mengajak istri kepada manhaj salaf, karena ana mengenal manhaj ini setelah menikah, apakah ana berdosa jika istri tidak mau mengikuti manhaj ini.[Eri nur hidayat]
Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Sudah dimaklumi bersama bahwa lelaki adalah pemimpin kaum wanita dan juga dalam hadits Ibnu Umar riwayat Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa setiap lelaki adalah pemimpin dari keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Karenanya seorang lelaki khususnya suami bertanggung jawab untuk mengajak anak dan istrinya kepada kebaikan dan keselamatan.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga-keluarga kalian dari api neraka.”
Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan keluarga kalian di sini adalah istri kalian, sementara anak termasuk dari bagian diri kalian.
Kemudian, setiap orang yang ingin mengajak kepada kebaikan wajib untuk meyakini bahwa hidayah taufik dan ilham hanya di tangan Allah Ta'ala, Dia memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki dan demikian pula sebasebaliknya. Sementara manusia hanya punya kewajiban menjelaskan dan menerangkan, dan dia sama sekali tidak kuasa membuat mereka mendapatkan hidayah walaupun mereka adalah kerabatnya yang paling dia cintai.
Allah Ta’ala berfirman mengingatkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Engkau tidak bisa memberikan hidayah kepada siapa yang kamu cintai, akan tetapi Allah yang memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.”
Setelah memahami semua ini, kami katakan: Wajib atasmu untuk memberikan pengajaran dan tuntunan kepada istrimu dengan cara yang paling baik serta penuh hikmah, kesabaran dan kehati-hatian. Hal itu karena kaum wanita tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, jika engkau memaksa untuk meluruskannya (mengajarnya dengan kasar) maka mereka akan patah (membangkang dan durhaka), sementara jika engkau tidak berusaha meluruskannya maka dia akan terus bengkok, demikian yang disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.
Karenanya hendaknya kamu sabar, perlahan, sedikit demi sedikit mengajarinya, dan jangan sekali-kali kamu berharap dia langsung menjadi muslimah yang sempurna yang bisa mengamalkan ajaran Islam dengan sempurna. Mulailah untuk memperbaikinya dari perkara yang terpenting yaitu sisi akidah, karena jika akidahnya sudah baik maka dia akan mudah menerima yang lainnya. Baru setelah itu beralih kepada kewajiban-kewajiban lainnya. Dalam masalah fiqhi keseharian, pakaian, akhlak dan adab, semua harus perlahan-lahan dan setahap demi setahap.
Jika ada penghalang dari lingkungan maka hendaknya dia mencari tempat tinggal yang lebih baik, dimana tetangganya adalah tetangga yang saleh. Jika ada halangan dari pihak keluarga, misalnya karena tinggal dengan orang tua, maka hendaknya mencari tempat tinggal sendiri untuk keluarganya dengan tetap menjaga silaturahmi dengan orang tuanya.
Yang terakhir dan ini yang terpenting, banyak-banyak mendoakan kebaikan untuk istrinya dan jangan sampai dia mencela atau mendoakan keburukan untuknya, karena malaikat akan meng’amin’kan doa yang diucapkan untuk orang lain selama orang lain itu tidak mengetahui kalau dirinya didoakan. Karena hidayah hanya di tangan Allah, maka senantiasa berharaplah hal itu hanya kepada-Nya. Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber: http://al-atsariyyah.com/?p=1594
Posted by NbI @ NuRiHSaN at 2:20 pm 0 comments
Labels: ~ Ilmu Dan Dakwah ~