Mereka berkata: “Bid’ah ada yang baik dan ada pula yang buruk.”
Kadang-kadang ada yang berkata : “Sungguh Umar رضي الله عنه telah berkata sebelumnya: نعمت البد عة هذه “Sebaik-baik bid’ah adalah amalan ini.” Sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdurrahman bin ‘Abdil Qari, dia brkata: “Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku keluar bersama ‘Umar bin al-Khaththab menuju masjid. Orang-orang tampak berpencar, seorang laki-laki mengerjakan shalat sendirian dan laki-laki lainnya mengerjakan shalat, lalu ada sekelompok orang menjadi makmumnya (yaitu sejumlah laki-laki yang kurang dari dua puluh orang dan di dalamnya tidak terdapat seorang perempuan pun, Mukhtaarush Shihaah). Lalu ‘Umar berkata: ‘Aku berpikir seandainya aku kumpulkan mereka kepada seorang imam niscaya itu akan lebih baik.’ ‘Umar pun bertekad untuk mengumpulkan mereka dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab. Pada malam lainnya, aku keluar bersamanya, sedangkan orang-orang melakukan shalat dengan imam mereka. ‘Umar berkata: ‘Sebaik-baik bid’ah adalah hal ini, dan shalat yang mereka tinggalkan karena tidur itu (maksudnya menggantinya dengan shalat di akhir malam) lebih utama daripada shalat yang mereka dirikan (shalat di awal malam), dan orang-orang melakukan shalat di awal malam. (HR Al-Bukhari, no. 2010)
Penulis (Syaikh Husain bin’Audah al-Awayisyah) berkata: “Sesungguhnya yang dimaksud oleh ‘Umar dengan kata bid’ah di sini adalah bid’ah dari sisi makna kebahasaannya, yaitu perkara baru yang belum pernah dikenal sebelumnya.”
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam- dengan sedikit perubahan redaksi -: “Sedangkan yang terdapat pada ucapan ulama salaf berupa anggapan baik terhadap sebagian bid’ah, maka hal itu hanyalah dalam kaitannya secara bahasa, bukan secara syari’at. Di antara hal tersebut adalah ucapan ‘Umar رضي الله عنه tatkala dia mengumpulkan orang-orang dalam shalat Sunnah Ramadhan pada satu imam di dalam masjid. Kemudian dia keluar dan melihat mereka mengerjakan shalat seperti itu, lalu di berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah hal ini.”
Maksudnya adalah bahwa perbuatan semacam ini belum pernah dilakukan dengan cara tersebut sebelumnya, tetapi perbuatan ini memiliki beberapa dasar dalam syari’at yang menjadi acuannya. Di antaranya bahwa Nabi صلى الله عليه و سلم menganjurkan untuk mengerjakan shalat Sunnah Ramadhan dan orang-orang pada masa beliau melakukannya di masjid dalam beberapa kelompok terpisah maupun sendiri-sendiri, dan beliau صلى الله عليه و سلم sendiri melakukan shalat dengan para Sahabat beliau di bulan Ramadhan tidak hanya satu malam saja. Kemudian, beliau tidak melakukannya dengan alasan bahwa beliau khawatir jika hal tersebut akan diwajibkan atas mereka, sehingga mereka tidak mampu untuk melaksanakannya. Namun kekhawatiran tersebut hilang setelah beliau wafat.
Di antaranya pula adalah bahwa beliau صلى الله عليه و سلم memerintahkan untuk mengikuti Sunnah khulafa-ur Rasyidin, hla ini merupakan salah satu bagian dari Sunnah Khulafa-ur Rasyidin, kerana orang-orang telah berkumpul untuk melakukannya pada masa ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.” Guru kami, al-Albani رحمه الله berkata dalam kitab Shalaatut Taraawiih (hlm.43): “Dan ucapan ‘Umar ‘Sebaik-baik bid’ah adalah hal ini’ itu tidak dimaksudkan bid’ah dalam arti syar’inya, yaitu mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan agama tanpa memiliki contoh sebelumnya, sebagaimana yang engkau ketahui bahwa ‘Umar رضي الله عنه tidak pernah mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam agama), justru dia telah menghidupkan lebih banyak lagi Sunnah Nabi yang mulia.
(bersambung ke 2/2)
Sunday, 25 January 2009
~ Bantahan Terhadap Mereka Yang Membagi Bid’ah Kepada Bid’ah Hasanah (Yang Baik) Dan Bid’ah Sayyi-ah (Yang Buruk).~ Bahagian 1/2
Posted by NbI @ NuRiHSaN at 11:15 pm
Labels: ~ Aqidah Sohihah ~
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment