MENGENAL INDAHNYA ISLAM...

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Saturday, 22 November 2008

~ Mengoleksi Buku Tapi Tidak Membacanya ~

Pertanyaan:


Saya seorang lelaki yang memiliki banyak buku yang bermanfaat, alhamdulillah, termasuk juga buku-buku rujukan (maraji’), tapi saya tidak membacanya kecuali memilih-milih sebahagiannya. Apakah saya berdosa kerana mengoleksi buku-buku tersebut di rumah, sementara, ada beberapa orang yang meminjam sebahagian buku-buku tersebut untuk dimanfaatkan lalu dikembalikan lagi?

Jawaban:

Tidak ada dosa bagi seorang muslim untuk mengoleksi buku-buku yang bermanfaat dan merawatnya di perpustakaan pribadinya sebagai bahan rujukan dan untuk mengambil manfaatnya serta dipergunakan oleh orang lain yang mengunjunginya sehingga bisa ikut memanfaatkannya. Dan tidak berdosa jika ia tidak membaca sebahagian besar buku-bukunya tersebut. Tentang meminjamkannya kepada orang-orang yang dipercaya bisa memanfaatkannya, hal ini disyariatkan di samping sebagai sikap mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kerana dalam hal ini berarti memberikan bantuan untuk diperolehinya ilmu, dan ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa.” (QS: Al-Ma’idah:2). Juga termasuk dalam cakupan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Dan Allah senantiasa menolong hambaNya selama hamba itu menolong saudaranya.”
(HR Muslim dalam Adz-Dzikir (2699) )

[Fatwa Hai’ah Kibaril Ulama, juz 2, hal. 969, Syaikh Ibnu Baz – Fatwa-Fatwa Terkini, jil. 2, hal.187 ]

Tuesday, 18 November 2008

~ Al-Hadits ~

Bismillah. Alhamdulillahi was solatu was salaamu 'ala Rosulillah


وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506)

Thursday, 13 November 2008

~ Mari Berdoa ~

DO’A SAAT GUNDAH DAN BERDUKA

اللَّھُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِیَتِي بِیَدِكَ،

مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ،


عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ ھُوَ لَكَ،

سَمَّیْتَ بِھِ نَفْسَكَ،


أَوْ أَنْزَلْتَھُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَھُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ،

أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِھِ فِي عِلْمِ الْغَیْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِیْعَ

قَلْبِي، وَنُوْرَ صَدْرِي، وَجَلاَءَ حُزْنِي، وَذَھَابَ ھَمِّي.


“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-
Mu, anak dari hamba-Mu, ubun-ubunku (nasib-ku) ada
di tangan-Mu, telah lalu hukum-Mu atasku, adil
ketetapan-Mu atasku, aku mohon kepada-Mu dengan
perantara semua nama milik-Mu yang Engkau
namakan sendiri, atau Engkau turunkan dalam kitab-
Mu, atau Engkau ajarkan seseorang dari hamba-Mu,
atau Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib disisi-Mu.
Jadikanlah Al Qur’an sebagai penawar hatiku, cahaya
dalam dadaku, penghapus dukaku dan pengusir keluh
kesahku“.(HR Ahmad: 1/392,dishahihkan oleh Al-Albani)

اللَّھُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْھَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ

وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّیْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari keluh kesah dan rasa sedih, dari
kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan
penakut, dari cengkraman utang dan laki-laki yang
menindas-(ku)“. (HR. Bukhari: 7/158, “Adalah Rasulullah banyak
(membaca) doa ini, lihat Bukhari dalam Fathul baari: 11/173.)


DO’A UNTUK KESEDIHAN YANG MENDALAM

لاَ إِلَھَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِیْمُ الْحَلِیْمُ، لاَ إِلَھَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ

الْعَظِیْمِ،


لاَ إِلَھَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ


الْكَرِیْمِ


“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain
Allah, Yang Maha Agung dan Maha Lembut, Tiada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan
‘Arasy yang agung. Tiada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah, Tuhan langit dan bumi dan
Tuhan ‘Arasy yang mulia“ (HR. Bukhari: 7/154 dan Muslim: 4/2092.)

اللَّھُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَیْن،

وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِي كُلَّھُ، لاَ إِلَھَ إِلاَّ أَنْتَ


“Ya Allah, rahmat-Mu aku harapkan,
janganlah Engkau serahkan (segala urusanku) kepada
diriku walau sekejap mata, perbaikilah segala
urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain
Engkau“. (HR. Abu Dawud: 4/324, Ahmad: 5/42, Shahih Abu Dawud: 3/959.)

لاَ إِلَھَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِیْنَ

“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain
Allah, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah
termasuk orang-orang yang dzalim“. (HR. Tirmidzi: 5/529 dan riwayat Hakim yang
disetujui dan dishahihkan oleh Dzahabi: 1/505. Lihat Shahih Tirmidzi: 3/168.)

اللهُ اللهُ رَبِّي لاَ أُشْرِكُ بِھِ شَیْئاً

“Allah, Allah adalah Tuhan-ku, aku sedikitpun
tidak menyekutukan-Nya”. (HR. Abu Dawud: 2/87, Shahih Ibnu Majah: 2/335.)


[Petikan Doa dan Dzikir dari buku 'HISNUL MUSLIM, Oleh: SAID BIN ALI AL-QAHTHANI]





Tuesday, 11 November 2008

~ Mengikuti Mazhab Yang Empat ~

Pertanyaan:

Ada fenomena di kalangan para pemuda, yang mana mereka mengatakan, "Kami tidak mengikuti apa pun dari madzhab yang empat, tapi kami berijtihad seperti mereka, berbuat seperti yang mereka lakukan dan tidak merujuk kepada hasil ijtihad mereka. " Bagaimana pendapat Syaikh tentang fenomena ini dan apa saran Syaikh untuk mereka?

Jawaban:

Perkataan ini kadang tidak disukai oleh sebagian orang, namun maknanya benar bagi yang berkompeten, kerana manusia tidak diwajibkan meniru orang lain (taqlid). Adapun orang yang mengatakan, " Wajib meniru para imam yang empat." Adalah ucapan yang keliru, kerana tidak wajib meniru mereka, tapi yang seharusnya adalah mempertimbangkan pendapat mereka dan juga pendapat lain dari para imam lainnya dengan menganalisa kitab-kitab mereka dan dalil-dalil yang mereka kemukakan serta apa yang disimpulkan oleh penuntut ilmu yang alim dan lurus.

Adapun yang ilmu terbatas, ia tidak layak berijtihad, tapi harus bertanya kepada ahli ilmu dan mengerti agama lalu mengamalkan apa yang mereka tunjukkan kepadanya, sehingga dengan begitu ia menjadi berkompeten dan memahami jalan yang ditempuh oleh para ulama, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan yang dha'if, serta sarana-sarana untuk megetahui dalam ilmu musthalah hadits, mengetahui ushul fiqh dan apa-apa yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam masalah ini. Dengan begitu ia bisa mengambil faedah dari itu semua, bisa memilih dalil yang kuat di antara dalil-dalil yang diperselisihkan orang, Adapun perkara yang telah disepakati para ulama, masalahnya sudah jelas, tidak boleh seorang pun menyelisihinya, sedangkan yang dianalisa adalah yang diperselisihkan oleh para ulama.

Kemudian dari itu, yang wajib dilakukan dalam masalah ini adalah mengembalikan permasalahan kepada Allah dan RasulNya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

"Kemudian jika kamu berlainan pendpat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari kemudian (QS: An-Nisa': 59)

Dalam ayat lain disebutkan,
"Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah." (QS: ASy-Syura: 10)

Adapun berijtihad dalam kondisi yang sebenarnya tidak mampu melakukannya, ini termasuk kekeliruan yang besar. Namun demikian, tetap harus dipelihara motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu, berijtihad dan mencari tahu serta menempuh cara para ahlul ini.

Berikut ini adalah jalan-jalan ilmu: Mempelajari hadits, ushul hadits, fiqh dan ushul fiqh, bahasa Arab dan tata bahasanya, sirah Nabi dan sejarah Islam.

Hal-hal tersebut digunakan alat untuk mentarjih yang rajih dalam masalah-masalah yang diperselisihkan dengan tetap bersikap hormat terhadap para ahlul ilmi dan menempuh cara mereka yang baik dan mengkaji ucapan dan kitab-kitab mereka yang baik serta dalil-dalil dan bukit-bukti yang mereka jelaskan dalam menguatkan pendapat mereka dan menolak apa-apa yang mereka bantah.

Dengan begitu, seorang penuntut ilmu telah bersikap benar untuk mengenai kebenaran, jika ia ikhlas kerana Allah dan menyerahkan daya upayanya untuk mencari kebenaran dengan tidak menyombongkan diri. Allah Yang Mahasuci sumber segala petunjuk.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi 476, hal. 160-161, Syaikh Ibnu Baz - Fatwa-Fatwa Terkini, jil.2,hal 207-208 ]

Saturday, 1 November 2008

~ Mulia Dengan Manhaj Salaf ~


" Tidak tercela orang yang menunjukkan madzhab salaf, menisbatkan dan menyandarkan diri kepadanya, bahkan wajib menerimanya. Kerana madzhab salaf tidak lain adalah kebenaran."
(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, al-Fatawa 4/149)
------ooOoo-------

Imam al-Auza'i rahimahullah berkata:

" Hendaklah engkau berpegang kepada atsar Salafush Shalih meskipun orang-orang menolaknya dan jauhkanlah dirimu dari pendapat orang meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataannya yang indah. "
------ooOoo--------

~ Memberikan Kesempatan Berdakwah Kepada Wanita ~

Pertanyaan:

Bolehkah memberikan kesempatan berdakwah kepada wanita?

Jawaban:

Tidak ada larangan dalam hal ini. Jika anda mendapatkan wanita yang layak untuk berdakwah, maka hendaknya dibantu dan diatur serta diminta untuk memberikan pengarahan kepada sesama wanita, kerana sesungguhnya kaum wanita membutuhkan para penasihat dari jenis mereka sendiri dan keberadaan wanita juru dakwah di tengah-tengah kaumnya kadang lebih potensial dalam menyerukan ajakan kepada kebaikan daripada laki-laki. Sebab, adakalanya wanita merasa malu terhadap laki-laki sehingga enggan mengungkapkan hal yang dibutuhkannya, kadang pula terhalangi sesuatu untuk mendengarkan dari laki-laki. Namun jika terhadap sesama wanita, tidak demikian, kerana wanita itu bisa berbaur dengan mereka dan mengungkapkan apa yang ada padanya serta bisa memberikan pengaruh yang lebih besar.

Maka para wanita yang memiliki ilmu syar’i, hendaknya turut melaksanakan tugas ini, yaitu berdakwah dan memberikan pengarahan sesuai kesanggupan dan kemampuan, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS: An-Nahl: 125)

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS: Yusuf: 108)

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS:Fushshilat: 33)

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”
(QS:At-Taghabun: 16)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya. Semuanya berlaku untuk kaum laki-laki dan kaum wanita. Wallahu walyut taufiq.

[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwiah, Syaikh Ibnu Baz (7/325-326 –Fatwa-Fatwa Terkini, jil 2, hal 279-280]