MENGENAL INDAHNYA ISLAM...

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Saturday, 16 August 2008

~ Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa'mah ~

بسم الله الرحمن الرحيم

Hadits Umar Bin Al-Khotthob dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya nescaya Allah akan memberi rezki kepada kalian sebagaimana memberi rezki kepada burung, ia berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, pulang di waktu petang dalam keadaan kenyang." [ Riwayat Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan berkata At-Tirmidzi: hasan sohih]
Hakikat tawakal adalah benarnya penyandaran hati kepada Allah dalam meminta datangnya manfaat dan menolak madharat dari perkara-perkara dunia maupun akhirat. Makna hadits tersebut bahwasanya manusia seandainya mereka itu merealisasikan tawakal mereka kepada Allah dengan hati mereka, dan bersandar kepadaNya dengan sepenuhnya dalam mendatangkan perkara yang bermanfaat bagi mereka dan menolak perkara yang memadharatkan mereka, dan mereka melaksanakan sebab-sebab yang berfaidah, nescaya Allah akan mengirimkan rezki mereka walau dengan sebab yang paling kecil sekalipun, sebagaimana Dia mengirimkan kepada burung rezkinya dengan semata-mata ia berangkat pagi-pagi dan pulang di petang hari. Ini merupakan suatu jenis usaha, walupun sedikit sekali. Perealisasian tawakal tidak menafikan usaha (menjalani) sebab-sebab yang Allah telah mentaqdirkan berbagai perkara dengan sebab-sebab tersebut dan telah berlangsung sunnah Nya pada makhlukNya tentang yang demikian ini. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk bertawakal, Maka usaha menjalani sebab dengan anggota badan merupakan ketaatan dan tawakal kepadaNya dengan hati merupakan keimanan.
Allah berfirman yang bermaksud:
"Dan bertaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allahlah hendaknya orang-orang yang beriman itu bertawakal."
Allah menjadikan tawakal bersamaan dengan taqwa, yaitu menjalankan sebab-sebab yang diperintahkan. Tawakal tanpa melakukan sebab-sebab yang diperintahkan merupakan ketidakmampuan semata, walaupun hal ini terkesan sama dengan suatu jenis tawakal. Tidak sepantasnya bagi seorang hamba menjadikan tawakalnya sebagai bentuk kelemahan dan tidak sepantasnya pula menjadikan kelemahannya sebagai bentuk tawakal. Tetapi dia jadikan tawakalnya di antara sejumlah sebab yang tidak akan sempurna suatu tujuan kecuali dengan itu semuanya (tawakal dan menjalankan sebab yang diperintahkan, pent)
Wa billahit taufiq, wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad, wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Sekian fatwa Al-Lajnah Ad-Daa'imah.

0 comments: